Lawang Sewu berada di Kota Semarang, Indonesia. Gedung ini, dahulu yang merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut Wilhelminaplein.
1) PENDAHULUAN
Sebelum masa kemerdekaan dunia arsitektur di Indonesia didominasi
oleh karya arsitek Belanda. Masa kolonial tersebut telah mengisi
gambaran baru pada peta arsitektur Indonesia. Kesan tradisional dan
vernakuler serta ragam etnik di Negeri ini diusik oleh kehadiran
pendatang yang membawa arsitektur arsitektur di Indonesia
Bentuk arsitektur di Indonesia “asli” kemudian dimulai dari sebuah
institusi arsitektur di era setelah kemerdekaan. Selama periode tersebut
sampai sekarang arsitektur berkembang melalui proses akademik dan
praktek arsitektur pada sebuah arsitektur kontemporer Indonesia.
Di masa penjajahan Belanda sebenarnya mata kuliah arsitektur
diajarkan sebagai bagian dari pendidikan insinyur sipil. Namun, setelah
Oktober 1950, sekolah arsitektur yang pertama didirikan di Institut
Teknologi Bandung yang dulu bernama Bandoeng Technische Hoogeschool
(1923). Disiplin ilmu arsitektur ini diawali dengan 20 mahasiswa dengan 3
pengajar berkebangsaan Belanda, yang pada dasarnya pengajar tersebut
meniru system pendidikan dari tempat asalnya di Universitas Teknologi
Delft di Belanda. Pendidikan arsitektur mengarah pada penguasaan
keahlian merancang bangunan, dengan fikus pada parameter yang terbatas,
yaitu fungsi, iklim, konstruksi, dan bahan bangunan.
Semenjak konflik di Irian Barat pada tahun 1955 semua pengajar dari
Belanda dipulangkan ke negaranya, kecuali V.R. van Romondt yang secara
rendah hati bersikeras untuk tinggal dan memimpin sekolah arsitektur
sampai tahun 1962. Selama kepemimpinannya, pendidikan arsitektur secata
bertahan memperkaya dengan memberikan aspek estetika, barat ke tanah
Indonesia. Sekitar awal 1910-an beberapa karya arsitek Belanda seperti
Stasiun Jakarta Kota, Hotel Savoy Homan dan Villa Isola di bandung sudah
memberikan pemandangan barubudaya dan sejarah ke dalam sebuah
pertimbangan desain. Van Romondt berambisi menciptakan “Arsitektur
Indonesia” baru, yang berakar pada prinsip tradisional dengan sentuhan
modern untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kontemporer. Dengan kata lain
“Arsitektur Indonesia” adalah penerapan gagasan fungsionalisme,
rasionalisme, dan kesederhanaan dari desain modern, namun sangat
terinspirasi oleh prinsip-prinsip arsitektur tradisional.
Logo IAI(Ikatan Arsitek Indonesia) Situs Resmi IAI http://www.iai.or.id/
2) KEMAJUAN, MODERNITAS, DAN MONUMENTALITAS
Pada tahun 1958, mahasiswa arsitektur ITB sudah mencapai 500 orang,
dengan 12 orang lulusan. Yang kemudian beberapanya menjadi pengajar.
Pada bulan September 1959, Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) didirikan.
Sejak tahun 1961, kepemimpinan sekolah arsitektur berpindah tangan pada
bangsa Indonesia dengan Sujudi sebagai ketuanya. Kemudian Sujudi
mendirikan sekolah arsitektur di perguruan tinggi lainnya. Masa ini juga
juga dipelopori oleh Sujudi cs. bersama teman-temannya yang menamakan
diri ATAP.
Awal tahun 1960-an, literature barat mulai masuk dalam diskursus
pendidikan arsitektur di Indonesia. Karya dan pemikiran para arsitek
terkemukan seperti Walter Gropius, Frank Lloyd Wright, dan Le Corbusier
menjadi referensi normative dalam diskusi dan pelajaran.
Iklim politik pada saat itu juga sangat berpengaruh terhadap pola
fikir masyarakat terhadap teori dan konsep arsitektur modern. Karena di
masa kepemimpinan Sukarno, “modernitas” diberikan olah kepentingan
simbolis yang merujuk pada persatuan dan kekuatan nasional. Sukarno
telah berhasil mempengaruhi secara mendasar karakter arsitektur yang
diproduksi pada masa iai memegang kekuasaan. Modern, revolusioner, dan
heroik dalam arsitektur membawa kita pada program pembangunan
besar-besaran terutama untuk ibukota Jakarta. Ia berusaha mengubah citra
Jakarta sebagai pusat pemerintahan kolonial menjadi ibukota Negara yang
merdeka dan berdaulat yang lahir sebagai kekuatan baru di dunia.
Pada akhir 1950-an Sukarno mulai membongkar bangunan-bangunan lama
dan memdirikan bangunan baru, pelebaran jalan, dan pembangunan jalan
bebas hambatan. Gedung pencakar langit dan teknologi bangunan modern
mulai diperkenalkan di negeri ini. Dengan bantuan dana luar negeri
proyek-proyek seperti Hotel Indonesia, Pertokoan Sarinah, Gelora Bung
Karno, By pass, Jembatan Semanggi, Monas, Mesjid Istiqlal, Wisma
Nusantara, Taman Impian Jaya Ancol, Gedung DPR&MPR dan sejumlah
patung monumen.
Ciri khas proyek arsitektur Sukarno adalah kemajuan, modernitas, dan
monumentalitas yang sebagian besar menggunakan langgam “International
Style”. Seorang arsitek yang memiliki hubungan dekat dengan Presiden
Sukarno pada masa itu adalah Friedrich Silaban. Ia terlibat hampir semua
proyek besari pada masa itu. Desainnya didasari oleh prinsip
fungsional, kenyamanan, efisiensi, dan kesederhanaan. Pendapatnya bahwa
arsitek harus memperhatikan kebutuhan fungsional suatu bangunan dan
factor iklim tropis seperti temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, dan
radiasi matahari. Desainnya terekspresikan dalam solusi arsitektur
seperti ventilasi silang, teritisan atap lebar, dan selasar-selasar.
sumber gambar :: ueqwan11.wordpress.com
Kota Tua Jakarta, juga dikenal dengan sebutan Batavia Lama (Oud Batavia), adalah sebuah wilayah kecil di Jakarta, Indonesia. Wilayah khusus ini memiliki luas 1,3 kilometer persegi melintasi Jakarta Utara dan Jakarta Barat (Pinangsia, Taman Sari dan Roa Malaka).
Dijuluki "Permata Asia" dan "Ratu dari Timur" pada abad ke-16 oleh
pelayar Eropa, Jakarta Lama dianggap sebagai pusat perdagangan untuk
benua Asia karena lokasinya yang strategis dan sumber daya melimpah.
3) KESATUAN DAN KERAGAMAN BUDAYA
Sejak kejatuhan Sukarno pada tahun 1965, pemerintahan Orde Baru di
bawah kepemimpinan Suharto menyalurkan investasi asing ke Jakarta dan
telah melaksanakan rencana modernisasi dengan tujuan pembangunan ekonomi
di Indonesia. Proyek yang ditinggalkan Sukarno kemudian diselesaikan
oleh Gubernur DKI Jakarta pada saat itu Ali Sadikin.
Ali Sadikin juga bermaksud menjadikan Jakarta sebagai tujuan wisata
bagi wisatawan dari Timur dan Barat. Sehingga pada tahun 1975,
dikembangkan suatu program konservasi bagian Kota Tuan di Jakarta dan
beberapa situs-situ sejarah lainnya. Program ini sedikit demi sedikit
mengubah sikap masyarakat terhadap warisan arsitektur kolonial.
Sejak awal 1970-an, kondisi ekonomi di Indonesia semakin membaik,
yang berdampak pada kebutuhan akan jasa perencanaan dan perancangan
arsitektur berkembang pesat. Maka munculla biro-biro arsitektur yang
menangani proyek badan pemerintahan, BUMN, dan para “orang kaya baru”.
Sayangnya para arsitek professional di Indonesia tidak siap menerima
tantangan besar tersebut. Yang tidak memiliki pilihan doktrin fungsional
dari arsitektur modern membelenggu pengembangan karakter unik dalam
arsitektur kontemporer pada masanya. Sementara itu kalangan elit dan
golongan menengah keatas mengekspresikan kekayaan dan status sosialnya
melalui desain yang monumental dan eklektik dengan meminjam ornamen
arsitektur Yunani, Romawi, dan Spanyol.
Kekecewaan terhadap kecenderungan meniru dan eklektik ini membawa
arsitek Indonesia pada suatu gagasan untuk mengembangkan karakter
arsitektur Indonesia yang khas. Suharto memegang peran utama untuk
membangkitkan kembali kerinduan pada kehidupan pedesaan Indonesia,
melalui tema-tema arsitektur etnik. Jenis arsitektur ini kemudian
dipahami sebagai langgam resmi yang dianjurkan. Ditandai juga dengan
pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Para arsitek muda sebagian besar juga kecewa terhadap tendensi
eklektis dari arsitektur modern di dalam negeri. Yang kemudian semakin
menyoroti secara simpatik pada arsitektur tradisional. Mereka menyoroti
perbedaan kontras antara arsitektur modern dengan arsitektur tradisional
sedemikian rupa sehingga arsitektur tradisional diasosiasikan dengan
“nasional”, dan arsitektur modern dengan “asing” dan “barat”.
4) MENCARI IDENTITAS ARSITEKTUR INDONESIA
Pada pertengahan tahun 1970-an, masalah langgam dan identitas
arsitektur nasional menjadi isu utama bagi arsitek Indonesia. Terhadap
masalah langgam dan identitas arsitektur nasional pandangan arsitek
Indonesia menjadi tiga kelompok yang berbeda. Kelompok pertama
berpendapat bahwa arsitektur Indonesia sebenarnya sudah ada, terdiri
atas berbagai jenis arsitektur tradisional dari berbagai daerah.
Implikasinya adalah penerapan elemen arsitektur tradisional yang khas,
seperti atap dan ornamen. Kelompok arsitek kedua bersikap skeptis
terhadap segala kemungkinan untuk mencapai langgam dan identitas
arsitektur nasional yang ideal. Kelompok ketiga adalah sebagian
akademisi arsitektur yang secara konsisten mengikuti langkah “bapak”
mereka, V.R. van Romondt. Mereka berpendapat bahwa arsitektur Indonesia
masih dalam proses pembentukan, dan hasilnya bergantung pada komitmen
dan penilaian kritis terhadap cita-cita budaya, selera estetis, dan
perangkat teknologi yang melahirkan model dan bentuk bangunan
tradisional pada masa tertentu dalam sejarah. Mereka yakin bahwa
pemahaman yang lebih mendalam terhadap prinsip tersebut dapat memberikan
pencerahan atau inspirasi bagi arsitek kontemporer untuk menghadapi
pengaruh budaya asing dalam konteks mereka sendiri.
Dalam periode 1980-1996 institusi keprofesian dan pendidikan
arsitektur mengalami perkembangan pesat, Pertumbuhan sector swasta yang
subur serta investasi dengan korporasi arsitektur asing mulai mengambil
alih segmen pasar kelas atas di ibukota dan daerah tujuan wisata seperti
Pulau Bali. Dapat dikatakan bahwa arsitektur kontemporer di Indonesia
tidak menunjukkan deviasi yang radikal terhadap perkembangan arsitektur
modern di dunia pada umumnya.
Sebenarnya pada pertengahan 1970-an telah ada usaha untuk menciptakan
suatu langgam khusus, suatu bentuk identitas “Indonesia”, tetapi hanya
terbatas pada proyek arsitektur yang prestisius seperti bandara udara
internasional hotel, kampus, dan gedung perkantoran. Sangat jelas bahwa
proyek penciptaan langgam dan identitas arsitektur Indonesia termotivasi
secara politis.
Gedung Walt Disney Concert Hall L.A.
5) ARSITEKTUR KONTEMPORER INDONESIA
Awal tahun 1990-an ditandai pengaruh postmodernisme pada bangunan
umum dan komersil di Jakarta dan kota besar lainnya. Hadirnya kontribusi
signifikan dari para arsitek muda yang berusaha menghasilkan desain
yang khas dan inovatif untuk memperkaya khasanah arsitektur kontemporer
di Indonesia. Di antaranya adalah mereka yang terhimpun dalam kelompok
yang sering dianggap elitis, yaitu Arsitek Muda Indonesia (AMI). Dengan
motto “semangat, kritis, dan keterbukaan” kiprah AMI juga didukung oleh
kelompok muda arsitek lainnya seperti di Medan, SAMM di Malang, De Maya
di Surabaya dan BoomArs di Manado. Untuk menciptakan iklim yang kondusif
bagi usaha kreatif di kalangan arsitek praktisi, Ikatan Arsitek
Indonesia (IAI) juga mulai memberikan penghargaan desain (design award)
untuk berbagai kategori tipe bangunan. Karya-karya arsitektur yang
memperoleh penghargaan dimaksudkan sebagai tolok ukur bagi pencapaian
desain yang baik dan sebagai pengarah arus bagi apresiasi arsitektural
yang lebih tinggi.
Penghargaan Aga Khan Award dalam arsitektur yang diterima Y.B.
Mangunwijaya pada tahun 1992 untuk proyek Kali Code, telah berhasil
memotivasi arsitek-arsitek Indonesia untuk melatih kepekaan tehadap
tanggung jawab sosial budaya.
Krisis moneter tahun 1997 mengakibatkan jatuhnya pemerintahan Orde
Baru telah melumpuhkan sector property dan jasa professional di bidang
arsitektur. Diperlukan hampir lima tahun untuk kembali, namun kerusakan
yang sedemikian parah mengakibatkan kemunduran pada semua program
pembangunan nasional.
Kini, arsitek kontemporer Indonesia dihadapkan pada situasi
paradoksikal: Bagaimana melakukan modernisasi sambil tetap memelihara
inti dari identitas budaya? Karya-karya kreatif dan kontemporer kini
menjadi tonggak baru dalam perkembangan arsitektur Indonesia. Dengan
pemikiran dan isu baru yang menjadi tantangan arsitek muda. Seiring
pergerakan AMI memberikan semangat modernisme baru yang lebih sensitif
terhadap isu lokalitas dan perubahan paradigma arsitektur di Indonesia.
6) EKOLOGI, FLEKSIBILITAS, DAN TEKNOLOGI
Dunia arsitektur dewasa ini juga kini dihadapkan pada suatu isu baru.
Krisis energi karena sumber daya alam yang dieksploitasi sejak era
industrialisasi dunia kini terasa gejalanya. Perubahan iklim, pemanasan
global, dan bencana lainnya menjadi dampak dari krisis energi dan
perusakan lingkungan. Jelas sekali dunia konstruksi menjadi salah satu
penyebabnya. Sepertinya pernyataan tentang isu berkelanjutan melalui
konferensi internasional yang menghasilkan pernyataan:
“… Sustainable development is
development that meets the needs of the present without compromising the
ability of future generations to meet their own needs…”(Bruntdland
report, 1987)
Kini menjadi keharusan karena tekanan keadaan.
Fenomena ini yang kemudian memberikan pelajaran bagi arsitektur
kontemporer Indonesia. Dimana modernitas, lokalitas dan faktor ekologis
kita yang memiliki iklim tropis harus dikedepankan. Pencarian beralih
menuju arsitektur modern tropis. Beberapa arsitek muda kini juga
berlomba-lomba untuk menyelamatkan keberadaan bumi ini. Seperti Adi
Purnomo yang banyak menghasilkan karya rumah tinggal yang kaya akan area
hijau, Jimmy Priatman yang berhasil membuat bangunan hemat energi dan
masuk nominasi Aga Khan Award, dan tokoh arsitek muda lainnya.
Isu lainnya yang menjadi berkembang adalah ketersediaan lahan. Kurang
berhasilnya penerapan otonomi daerah pemerintahan reformasi kita ini
tetap menjadikan kota sebagai pusat perekonomian nasional. Akibatnya
lahan di perkotaan semakin menipis. Membuat karya arsitektur selain
ramah lingkungan kini dihadapkan pada suatu kenyataan penyempitan ruang
binaan. Bangunan yang efisien dengan keadaan dan “compact” dengan segala
bentuk keadaan mulai ditinjau dalam penerapan arsitektur kontemporer.
Tantangan ini yang kemudian menjadi “pekerjaan rumah” (PR) para
arsitek muda kita sekarang dan untuk masa akan datang. Menjaga unsur
lokalitas dan arus globalitas, antara tradisi dan isu terkini harus
segera dijawab dengan sebuah karya yang nyata dan berkesinambungan.
Sumber :: http://atelierriri.com/blog/?page_id=33
Tidak ada komentar:
Posting Komentar